7 Puisi Cinta Karya Sapardi Djoko Damono Paling Romantis dan Menyentuh Hati

7 Puisi Cinta Karya Sapardi Djoko Damono Paling Romantis dan Menyentuh Hati

Source : tribunnews.com

1. Aku Ingin

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

Puisi Aku Ingin menjadi salah satu karya Sapardi yang beralih wahana menjadi lagu, atau biasa disebut musikalisasi puisi.

2. Pada Suatu Hari Nanti

“Pada suatu hari nanti,

jasadku tak akan ada lagi,

tapi dalam bait-bait sajak ini,

kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

suaraku tak terdengar lagi,

tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

pada suatu hari nanti,

impianku pun tak dikenal lagi,

namun di sela-sela huruf sajak ini,

kau tak akan letih-letihnya kucari.”

Puisi ini dapat menggambarkan seolah alasan Sapardi masih menulis meski diusianya yang senja.

3. Hanya

“Hanya suara burung yang kau dengar

dan tak pernah kaulihat burung itu

tapi tahu burung itu ada di sana

hanya desir angin yang kaurasa

dan tak pernah kaulihat angin itu

tapi percaya angin itu di sekitarmu

hanya doaku yang bergetar malam ini

dan tak pernah kaulihat siapa aku

tapi yakin aku ada dalam dirimu”

4. Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta

“mencintai angin

harus menjadi siut

mencintai air

harus menjadi ricik

mencintai gunung

harus menjadi terjal

mencintai api

harus menjadi jilat

mencintai cakrawala

harus menebas jarak

mencintai-Mu

harus menjelma aku”

5. Menjenguk Wajah di Kolam

“Jangan kauulang lagi

menjenguk

wajah yang merasa

sia-sia, yang putih

yang pasi

itu.

Jangan sekali-

kali membayangkan

Wajahmu sebagai

rembulan.

Ingat,

jangan sekali-

kali. Jangan.

Baik, Tuan.”

6. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:

memungut detik demi detik,

merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa.

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?"

tanyamu.

Kita abadi

7. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu