Sekumpulan Puisi Cinta dan Politik WS Rendra
Sekumpulan Puisi Cinta dan Politik WS Rendra
Source : minews.id
Pamplet Cinta
Karya: WS. Rendra
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bias dilakukan oleh penyair
bila setiap kata telah dilawan dengan kuasa?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Episode
Karya: WS Rendra
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran.
Tiba-tiba ia bertanya:
“mengapa sebuah kancing bajumu lepas terbuka?”
Aku hanya tertawa.
Lalu ia sematkan dengan mesra
Sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu aku bersihkan guguran bunga jambu
Yang mengotori rambutnya.
Permintaan
Karya: WS Rendra
Wahai, rembulan yang pudar.
Jenguklah jendela kekasihku.
Ia tidur sendirian,
Hanya berteman hatinya yang rindu.
Optimisme
Karya: WS Rendra
Cinta kita berdua adalah istana dari porselen.
Angin telah membawa kedamaian
Membelitkan kita dalam pelukan.
Bumi telah member kekuatan,
Karena kita telah melangkah
dengan ketegasan.
Muraiku,
Hati kita berdua adalah pelangi selusin warna .
Pahatan
Karya: WS Rendra
Di bawah pohon sawo
Di atas bangku panjang
Di bawah langit biru
Di atas bumi kelabu
Istirahatlah dua buah hati rindu.
(Siska Juniar)
Sedangkan puisi-puisi politik WS Rendra seperti;
Maskumambang
Karya: WS. Rendra
Kabut fajar menyusut dengan perlahan.
Bunga bintaro berguguran di halaman perpustakaan.
Di tepi kolam,
Di dekat rumpun keladi,
Aku duduk di atas batu,
Melelehkan air mata.
Cucu-cucuku!
Zaman macam apa, peradaban macam apa
yang akan kuwariskan tehadap kalian.
Jiwaku menyanyikan tembang maskumambang.
Kami adalah angkatan pongah.
Besar pasak dari tiang.
Kami tidak mampu membuat rencana menghadapi masa depan.
Karena kami tidak menguasai ilmu
Untuk membaca tata buku masa lalu
Dan tidak menguasai ilmu
Untuk membaca tata buku masa kini.
Maka rencana masa depan hanyalah spekulasi keinginan dan angan-angan.
Cucu-cucuku!
Negara terlanda zaman edan.
Cita-cita kebajikan terhempas waktu,
Lesu dipangku batu.
Tetapi aku keras bertahan mendekap akal sehat dan suara jiwa.
Biarpun dicampak di selokan zaman.
Bangsa kita ini seperti dadu
Terperangkap di dalam kaleng utang,
Yang dikocok-kocok oleh bangsa adikuasa,
Tanpa kita berdaya melawannya.
Semuanya terjadi atas nama pembangunan,
yang mencontoh tatanan pembangunan di zaman penjajahan.
Tatanan kenegaraan,
Dan tatanan hukum,
Juga mencontoh tatanan penjajahan.
Menyebabkan rakyat dan hukum
Hadir tanpa kedaulatan.
Yang sah berdaulat
Hanya pemerintah dan partai politik.
O, comberan peradaban!
O, martabat bangsa yang kini compang-camping!
Negara gaduh.
Bangsa rapuh.
Kekuasaan kekerasan merajalela.
Pasar dibakar.
Kampung dibakar.
Gubuk-gubuk gelandangan dibongkar.
Tanpa ada gantinya.
Semua atas nama takhayul pembangunan.
Restoran dibakar.
Toko dibakar.
Gereja dibakar.
Atas nama semangat agama yang berkobar.
Apabila agama menjadi lencana politik,
maka erosi agama pasti terjadi!
Karena politik tidak punya kepala.
Tidak punya telinga. Tidak punya hati.
Politik hanya mengenal kalah dan menang.
Kawan dan lawan.
Peradaban yang dangkal.
Meskipun hidup berbangsa perlu politik,
tetapi politik tidak boleh menjamah
ruang iman dan akal
di dalam daulat manusia!
Namun daulat manusia
dalam kewajaran hidup bersama di dunia,
harus menjaga daulat hukum alam,
daulat hukum masyarakat,
dan daulat hukum akal sehat
Matahari yang merayap naik dari ufuk timur
telah melampaui pohon jinjing.
Udara yang ramah menyapa tubuhku.
Menyebar bau bawang goreng yang digoreng di dapur.
Berdengung sepasang kumbang
yang bersenggama di udara.
Mas Willy! istriku datang menyapaku.
Ia melihat pipiku basah oleh air mata.
Aku bangkit hendak berkata.
Sssh, diam! bisik istriku,
Jangan menangis. Tulis sajak.
Jangan bicara.
Kecoa Pembangunan
Karya: WS. Rendra
Kecoa Pembangunan.
Salah dagang banyak hutang
Tata bukunya di tulis di awan
Tata ekonominya ilmu bintang..
kecoa…kecoa…ke…co…a…..
Dengan senjata monopoli
Menjadi pencuri
kecoa…kecoa… ke…co…a….
Dilindungi kekuasaan
Merampok negeri ini
Kecoa…kecoa…ke…co…a…
Ngimpi nglindur di sangka Pertumbuhan
Hutang pribadi di anggap Hutang Bangsa
Suara di bungkam agar Dosa Berkuasa
Kecoa….kecoa… ke…co…a…
Stabilitas, stabilitas katanya
Gangsir Bank
Gangsir Bank, Kenyataannya
Kecoa…kecoa…ke…co…a…
Keamanan, ketenangan katanya
Marsinah terbunuh, petani di gusur, kenyataannya
Kecoa Pembangunan,
Kecoa bangsa dan negara
Lebih berbahaya ketimbang raja singa
Lebih berbahaya ketimbang pelacuran
Kabut gelap masa depan,
Kemarau panjang bagi harapan
Kecoa…kecoa… ke…co…a….
Ngakunya konglomerat
Nyatanya macan kandang
Ngakunya bisa dagang,
Nyatanya banyak hutang
Kecoa…kecoa…ke..co…a…
Paspornya empat,
Kata buku dua versi
Katanya pemerataan,
Nyatanya monopoli
kecoa…kecoa…ke…co..a…
Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia
Karya: WS. Rendra
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
Orang-orang Miskin
Karya: Ws. Rendra
Orang orang miskin di jalan,
Yang tinggal diselokan,
Yang kalah di dalam pergulatan,
Yang diledek oleh impian,
Janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
Mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin, orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bias kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
Di jalan kamu akan diburu oleh bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
Dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang Negara ini kaya
Karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan bilang dirimu kaya
Bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambing Negara ini mestinya trompah dan blacu
Dan perlu diusulkan
Agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa
Orang-orang miskin di jalan
Masuk ke dalam tidur malammu
Perempuan-perempuan bunga raya
Menyuapi putra-putramu
Tangan-tangan kotor dari jalanan
Meraba-raba kaca jendelamu
Mereka tak bias kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bias kamu mistik menjadi nol
Mereka akan menjadi pertanyaan
Yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
Akan meringis di muka agamamu
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
Akan hinggap digorden presidenan
Dan buku programma di gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah
Bagai udara panas yang selalu ada,
Bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
Tertuju ke dada kita, atau ke dada mereka sendiri.
O kenangkanlah:
Orang-orang miskin
Juga berasal dari kemah Ibrahim
(Siska Juniar)