Cocok Untuk Ucapan Hari Ibu, Inilah 5 Puisi Karya Sastrawan Indonesia

Cocok Untuk Ucapan Hari Ibu, Inilah 5 Puisi Karya Sastrawan Indonesia

Source : kalderanews.com


Surat Untuk Ibu (karya Joko Pinurbo)

Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu.

Saya lagi sibuk demo memperjuangkan nasib saya

yang keliru. Nantilah, jika pekerjaan demo

sudah kelar, saya sempatkan pulang sebentar.


Oh ya, Ibu masih ingat Bambang, ‘kan?

Itu teman sekolah saya yang dulu sering numpang

makan dan tidur di rumah kita. Saya baru saja

bentrok dengannya gara-gara urusan politik

dan uang. Beginilah Jakarta, Bu, bisa mengubah

kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.

 

Semoga Ibu selalu sehat bahagia bersama penyakit

yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan

keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.

Sudah beberapa kali saya mencoba meralat

nasib saya dan syukurlah saya masih dinaungi

kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit

atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.


Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu

berdentang nyaring dan malam damaimu

diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.



Ibu (karya KH. Mustofa Bisri)

Kaulah gua teduh

tempatku bertapa bersamamu

sekian lama


Kaulah Kawah

darimana aku meluncir dengan perkasa


Kaulah bumi

yang tergetar lembut bagiku

melepas lelah dan nestapa

gunung yang menjaga mimpiku

siang dan malam

mata air yang tak brenti mengalir

membasahi dahagaku

telaga tempatku bermain

berenang dan menyalam


Kaulah Ibu, laut dan langit

yang menjaga lurus horisonku


Kaulah ibu, mentari dan rembulan

yang mengawal perjalananku

mencari jejak sorga

ditelapak kakimu


(Tuhan, aku bersaksi ibuku telah melaksanakan amanat-Mu, menyampaikan kasih sayang-Mu maka kasihilah ibuku seperti Kau mengasihi kekasih-kekasih-Mu, Amin).



Sajak Ibu (karya Wiji Thukul)

ibu pernah mengusirku minggat dari rumah

tetapi menangis ketika aku susah

ibu tak bisa memejamkan mata

bila adikku tak bisa tidur karena lapar

ibu akan marah besar

bila kami merebut jatah makan

yang bukan hak kami

ibuku memberi pelajaran keadilan

dengan kasih sayang

ketabahan ibuku

mengubah rasa sayur murah

jadi sedap

ibu menangis ketika aku mendapat susah

ibu menangis ketika aku bahagia

ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda

ibu menangis ketika adikku keluar penjara

ibu adalah hati yang rela menerima

selalu disakiti oleh anak-anaknya

penuh maaf dan ampun

kasih sayang ibu

adalah kilau sinar kegaiban tuhan

membangkitkan haru insan

dengan kebajikan

ibu mengenalkan aku kepada Tuhan



Ibu (karya Sapardi Djoko Damono)

Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua. Ia

adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi

ayahku. Ayah sudah meninggal, ia dikuburkan di sebuah

makam tua di kampung itu juga, beberapa langkah saja

dari rumah kami. Dulu Ibu sering pergi sendirian ke

makam, menyapu sampah, dan kadang-kadang,

menebarkan beberapa kuntum bunga. “Ayahmu bukan

pemimpi,” katanya yakin meskipun tidak berapi-api, “ia

tahu benar apa yang terjadi.”


Kini di makam itu sudah berdiri sebuah sekolah,

Ayah digusur ke sebuah makam agak jauh di sebelah

utara kota. Kalau aku kebetulan pulang, Ibu suka

mengingatkanku untuk menengok makam ayah,

mengirim doa. Ibu sudah tua, tentu lebih mudah

mengirim doa dari rumah saja. “Ayahmu dulu sangat

sayang padamu, meskipun kau mungkin tak pernah

mempercayai segala yang dikatakannya.”


Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, sambil

menengok ke luar jendela pesawat udara, sering

kubayangkan Ibu berada di antara mega-mega. Aku

berpikir, Ibu sebenarnya lebih pantas tinggal di sana, di

antara bidadari-bidadari kecil yang dengan ringan

terbang dari mega ke mega – dan tidak mondar-mandir

dari dapur ke tempat tidur, memberi makan dan

menyusui anak-anaknya. “Sungguh, dulu ayahmu sangat

sayang padamu,” kata Ibu selalu, “meskipun sering

dikatakannya bahwa ia tak pernah bisa memahami

igauan-igauanmu.”



Ibu (karya Chairil Anwar)

Pernah aku ditegur

Katanya untuk kebaikan

Pernah aku dimarah

Katanya membaiki kelemahan

Pernah aku diminta membantu

Katanya supaya aku pandai


Ibu…

Pernah aku merajuk

Katanya aku manja

Pernah aku melawan

Katanya aku degil

Pernah aku menangis

Katanya aku lemah


Ibu…

Setiap kali aku tersilap

Dia hukum aku dengan nasihat

Setiap kali aku kecewa

Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat

Setiap kali aku dalam kesakitan

Dia ubati dengan penawar dan semangat

dan bila aku mencapai kejayaan

Dia kata bersyukurlah pada Tuhan

Namun…

Tidak pernah aku lihat air mata dukamu

Mengalir di pipimu

Begitu kuatnya dirimu…


Ibu…

Aku sayang padamu…

Tuhanku….

Aku bermohon pada-Mu

Sejahterahkanlah dia

Selamanya…