Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #2
Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #2
Source : reyhanfajarihza.wordpress.com
MATINYA MALAM MURAM
JANUARI 8, 2021
Tak ada hujan kala pagi, rintik berisik enggan menjadi
Tak ada gerimis siang tadi, matahari nyaman berseri
Tak ada badai di sore hari, gemuruh petir melangkah pergi
Tak ada sesal menyambut pagi, malam muram telah mati
Januari 2021
TENTANG ASA YANG BERSEMAYAM DALAM KEABADIAN
SEPTEMBER 28, 2020
untuk September
Manakala bungah, jangan buang waktu percuma
Jauh di sanalah keniscayaan
Tentang desir angin dalam sesak
Dan pijar saat pikir membeku
Manakala lelah, pejamkanlah mata sebentar
Tak selamanya raga harus terjaga
Sebab terang pun tak menanti petang
Dan tanah akan tetap bertemu hujan
Manakala gundah, bongkar kembali persemayaman itu saja
Di dalamnya ada rumah
Meski sekadar untuk singgah
Tapi tak secuil pun berubah
September 2020
DI BALIK DAUN PINTU
AGUSTUS 30, 2020
di balik daun pintu yang menguncup, terkulai isi kepala yang meletup, seiring harapan hidup yang mulai redup. pukulan badai tak kunjung surut. denting detik merangkai kemelut, tak membiarkan damai menyambut.
di atas pembaringan yang tak nyaman, tergolek raga yang kesakitan, entah berapa waktu lagi mampu bertahan. usai sepanjang hari dipaksa bersembunyi, yang terasa hanya perih; pun senyuman beralih menjadi rintih.
di dalam hati yang lelah, terselip doa berserah, bahkan mungkin menyerah. semoga pagi esok tak berkabut, dan penderitaan ini dicabut—atau hidupku saja yang direnggut. ia tak lagi meredam lara; ia berteriak tanpa suara. pun dunia di luar berdesing, tak ada manusia tahu ia bising. tapi, Tuhan lebih dekat dari denyut jantung. istirahatlah, hari esok harus disambung.
di luar pintu yang terbuka, berputar lagi roda hidup yang melaju sekenanya. berdiri pula tubuh yang sebelumnya lemah, dan gurat tawa yang susah payah. kaki harus terus menderap, dan derita tak harus diratap.
sebab, beberapa orang mengaduh saat terantuk batu. beberapa lainnya tergelak kala tertusuk sembilu
Agustus 2020
JEDA DAN DERITA
AGUSTUS 4, 2020
siapa pula yang rela ada jeda di antara ribuan kisah kasih rindu menderu antara manusia satu dengan manusia lainnya.
siapa pula yang lega ada sekat di tengah lorong napas dan bau tanah sehabis hujan yang menghalangi jiwa raga untuk menikmati udara.
siapa pula yang gembira tatkala tawa-tawa bahagia lenyap begitu saja dilahap mala yang tak pernah berkabar perkara waktu kedatangannya.
siapa pula yang kuasa mengulur garis batas sabar tanpa mengerti adanya letak pintu keluar dari sebuah derita
Agustus 2020
SUATU KETIKA
JULI 8, 2020
bagaimana jika suatu ketika,
edelweis tak lagi mekar di ketinggian
dan gunung-gunung rata dengan tanah
bagaimana para penakluk tebing-tebing itu
akan menemukan keabadian?
bagaimana jika suatu ketika,
raga memaku diamnya
tinggal lara yang membalut jiwa
akankah bara harap kehidupan itu
tetap nyala merah terbakar?
bagaimana jika suatu ketika,
buku-buku tak lagi bercerita
kata-kata hilang maknanya
akankah yang pernah terjadi itu
tetap diam pada masanya?
bagaimana jika suatu ketika,
engkau tak lagi terjaga
dan mimpi buruk meledak
di tengah malam ku terlelap
akankah aku baik-baik saja?
Juli 2020
BATAS WARAS BEBAS
JUNI 18, 2020
merangkak naik di punggung gunung
memutar otak di hadapan aksara
melarikan paru-paru
mengejawantah ikan lautan dalam
menggerayangi gitar tua
melukis ulang lukisan alam raya
melampas otak tumpul
membunuh pembunuh
merasakan irama raga
mencari jati diri.
jikalau semua perihal menjadi bebas
rasanya kita sama-sama tak waras.
hanya soal apa dan siapa yang mengerti batas
Juni 2020
SUARA SUMBANG DI BAWAH JEMBATAN LAYANG
JUNI 5, 2020
di bawah gelegar jembatan layang,
berkumpul raga lelah dari berbagai petak.
sementara magrib tengah mengembang,
penumpang angkot lambat-lambat buka mata yang berkerak.
dan Terminal Arjosari masih jauh dari pandangan.
sedikit lagi, pikir anak sekolah yang sampai suntuk melintas jalanan Malang.
usai juga hari ini, kata buruh pabrik rokok kepada belanjaan berisi bahan masak.
namun kursi angkutan kota masih lengang.
jika sudah penuh sesak, gerigi mesin baru mau bergerak.
dan di luar terdengar suara konser kecil-kecilan.
sekelompok remaja lusuh senandungkan nyanyian bimbang.
liriknya muntahkan pemikiran yang muak.
seorang mainkan ukulele dengan lantang,
beberapa lainnya menjemput uluran perak.
dan Malang tak bosan gaungkan kehidupan.
Juni 2020
TURUT BERDUKACITA
MEI 29, 2020
untuk yang pernah bertahan,
selamat jalan
belasungkawa atas mampusnya tujuan
pun jangan cemas!
angkat gelas
sambut sesal dengan antusias
–dari seonggok pendusta
yang fasih merayakan derita
dengan sukacita.
Mei 2020
RINTIH LIRIH
MEI 23, 2020
jalanan sepi. kota bergeliat dalam lara, denyutnya terdengar lirih.
seorang anak kecil berjalan menghampiri ibunya. “habiskan, sini,” ujar sang ibunda. si kecil lahap sekali, sementara emak gelisah makan apa esok hari.
sang ibu tiap harinya memilah sampah,
bila beruntung pejalan kaki memberi sedikit rupiah.
meski tak pernah mudah, ia tak pernah sudi mati menyerah.
tapi berapa waktu ini susah.
jangankan menerima pemberian rupiah, sampah pun ikut bersembunyi dalam rumah. kabarnya seluruh kota tengah diserang wabah.
tak terlihat, tak bersuara, namun membuat siapapun resah.
si kecil kembali menghampiri.
“ibu, makan apa lagi esok hari?”
dalam dekap sang bunda, bibirnya dituntun berdoa.
“Ya Tuhan, percepatlah kesembuhan dunia.”
jalanan masih sepi. kota tetap bergeliat dalam lara, denyutnya terdengar lirih.
April 2020
(Dimuat di Buletin Prasasti LPM Perspektif Edisi 26)
PETAKA
MEI 14, 2020
Tatkala mala dipandang sebelah mata, maka binasalah kehidupan satu bangsa.
Tatkala nyawa hanya dirupakan angka, maka telah matilah nurani manusia.
Tapi aku tak ingin dikubur sia-sia, kawanku.
Pantang tak acuh menilik gugurnya pahlawanku,
Lebih lagi bersikeras merancap hasratku sendiri.
Tatkala penguasa tak tahu hendak apa, maka kitalah yang wajib menaja.
Tatkala sesama kita merana, maka saatnya berkukuh bersama.
Tapi aku tak ingin berdiri sendiri, temanku.
Setelah dapat berdiam dalam derana,
Aku dan dirimu pasti mampu untuk melaju.
Kemarilah, kawanku.
Mari bertahan sampai prahara ini berlalu.
Hati akan hancur tanpa dirimu,
Begitu pula dunia tanpa pedulimu.
April 2020