Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #3
Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #3
Source : reyhanfajarihza.wordpress.com
RUMAH III
MEI 1, 2020
tibalah dua deraian itu dalam pangkal, menjadi awal kisah kehilangan yang kekal.
kita merajut paham, lantas mengarungi jeram;
bak kapal terombang-ambing gelombang, kita akhirnya menemukan sandaran.
hari demi hari berguguran. kita terbagi lagi dalam dua deraian,
kini dengan rasa bertautan. kala takdir mulai jauh bergulir, tanganku berserah melepas genggaman.
aku melenggang tak tahu arah, kau terperangah dalam amarah.
puan, aku tak pernah paham. ragaku berpetualang;
hatiku tak tenang, pikirku jauh melayang.
ratusan beranda telah kusinggahi, ribuan lorong habis kulalui,
tapi gemerlap rumah ada pada genggamanmu
Mei 2020
ANTARA
APRIL 20, 2020
akulah antara,
mewangi di sela fajar
dan senja kala.
tatkala keduanya
berkelindan dengan
terang, aromaku
membakar bayang-bayang
April 2020
KEGELAPAN
APRIL 8, 2020
Gulita malam telah kelam
Sesak kelopak menguncup muram
Hari-hari terasa suram
Duka mengalun sepanjang pikiran
Sirna lagi angan
Bahagia di ambang ketiadaan
Mala maut menerjang
Benderang tak kunjung datang
Asa telah patah arang
April 2020
CELOTEH RESAH ORANG SUSAH
MARET 25, 2020
Katanya Ibu Pertiwi butuh menyendiri.
Hutan-hutan di Kalimantan perlu obrolan
Jalanan kota Jakarta hendak berleha-leha
Pabrik-pabrik di Pasuruan mungkin juga kelelahan
Katanya anak bangsa bersisa asa.
Balita di Asmat meraung sekarat
Kakek tua di Jogja kehilangan tanah berjaja
Paman tambun di Senayan mungkin asyik mandi cuan?
Tapi itu tahi angin kemarin.
Kerisauan hari ini sudah lain.
Tiba sudah satu yang niscaya:
Manakala manusia dientak serempak
Badai beringas dari Timur menghunus jantung nusantara
Bayi-bayi baru lahir turut terbelalak
Korban-korban malang berjatuhan
Salahkan pemegang jabatan!
Tenaga medis berguguran
Persetan, hidup tongkrongan!
Bukankah sekolahmu tinggi, bangsat?
Tak tahu egomu menjelma belati perenggut kehidupan?
Kalau miskin akal sehat jangan harap bisa selamat
Kalau tak peduli aturan jangan harap bertemu hari depan
Maret 2020
LAMUNAN SEPERTIGA MALAM
MARET 3, 2020
Tak akan ada aku larut dalam nyanyi keramaian,
Temukan aku hanyut dalam deru ombak bernama pikiran
Jangan sangka aku telah menemukan,
Lihatlah aku tertatih dalam medan pencarian
Usah kira aku telah obati kerinduan,
Carilah aku yang mengakrabi kehilangan
Gemericik detik bersahutan
Jarum jam heran.
“Sampai kapan?”
Aku juga heran.
Kutanyakan pada buku harian,
Sudah waktunya membalik halaman.
“Relakan.”
Di bawah temaram bulan
Aku nafikan segala bentuk pengharapan
Kurawikan dalam doa pelampas keikhlasan
—
Maret 2020
RUMAH II
FEBRUARI 27, 2020
dua bangunan tinggi menjulang
sebaris puisi penyair kondang
indah rambutmu dari belakang
boneka yang menemani tidurmu kala malam menjelang
suara nyaring bak terjangan gelombang
guling ombak laut biru yang membuatmu tenang
keyakinan yang menjadi jurang
langit petang remang-remang
peluk yang menjaga air matamu agar tak menggenang
penantian malam datang
awan-awan tempatmu terbang
lukisan bintang-bintang
tak pernah soal indah senyummu yang mengukir bayang-bayang
tapi, mengapa kau selalu menjadi tempat pulang?
Februari 2020
Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #4
Source : reyhanfajarihza.wordpress.com
RINDU TUHAN
FEBRUARI 20, 2020
Selamat pagi, bisa bicara dengan insan?
Mohon maaf, panggilan Anda sedang dialihkan.
Februari 2020
CELOTEH HERAN
FEBRUARI 13, 2020
Hijau rumput pulau seberang menyolok pelupuk mata
Tersorot lari semut kecil di antaranya
Gajah berguling di rumput kering halaman rumah tapi tampaknya kurang digdaya
Atau empunya rumah rabun dekat akibat gemerlap layar kaca
Satu hari 24 jam masih kurang
Stok beras terpantau cukup tapi tidak dengan jam tidur, kata seorang pegawai kantor metropolitan
Bos besar ibukota tidur cukup dengan beras di brankas tapi stok tertawa tidak ada
Petani desa tertawa-tawa merawat beras layaknya anak tapi tiap malam tidur tanpa alas
Penyair di hadapan kertas termangu bingung mana yang lebih bahagia
Orang tua nelangsa dalam tangisnya
Semasa kecil diseret masuk rumah saat main lumpur dengan anak tetangga padahal sudah senja
Kini harus menyeret buah hatinya keluar rumah karena terus berkutat menyimak perseteruan bodoh selebriti tidak tahan lama di telepon genggam
Tapi tetangga sebelah rumah sedang berlibur
Tetangga lainnya malah kelimpungan mengingat nama sang orang tua
Sibuk sih, kata wanita paruh baya yang jadi penyambung lidah warga
Warung kopi malam ramai oleh mahasiswa
Cangkir-cangkir di atas meja menampung keluhan para pencari ijazah
Berpikir ilmiah membuat lelah, cari uang mungkin lebih mudah
Sementara pengamen muda yang baru lewat pernah bermimpi kuliah
Hei, pengikut akunmu sedikit ya?
Bukan aku yang mencipta angka-angka tapi katanya makin banyak makin bernilai seperti ganja
Sejak kapan jumlah suka terhitung timbangan masuk surga
Silakan merapikan feeds Instagram sementara aku menyelaraskan logika
Bahagia itu sederhana?
Mungkin seperti teka teki silang yang bergantung volume otak pengisinya
Mobil-mobilan hadiah dari bapak bisa jadi suntikan senyuman seorang bocah sampai ia menua
Tapi mengapa kolektor mobil mewah meregang nyawa akibat overdosis narkoba?
Jari-jari memilin tanda tanya
Bukan soal jasad yang beruntung bisa digerakkan nyawa
Tidak ada garansi untuk kewarasan jiwa
Jadi apa kamu sudah membawa bekal ceria?
Februari 2020
KETAKUTAN-KETAKUTAN
JANUARI 28, 2020
Di bawah kabut risau berderai
Di tengah badai maut melambai
Harkat semesta mencipta histeria
Dalam gempita ngeri sebatang kara
Kesendirian dianggap akhir dunia
Sorai menyungkupi harmoni sunyi
Rumah bumi tambah bising hari ke hari
Penghuni birahi mempersolek diri
Baru lagi, baru lagi, baru lagi
Yang lemah setengah mati, yang kuat kencang berlari
Takut mati
Takut sendiri
Takut tertinggal
Silakan pakai hati
Januari 2020
PAGI DI HALAMAN RUMAH
DESEMBER 30, 2019
“selamat pagi, Bunda, aku mulai berjalan hari ini.
kutinggalkan kamar kecilku yang tak pernah rapi.
tak perlu lagi engkau lelah berteriak memanggil namaku tiap pagi,
sebab kali ini aku telah terjaga dan siap untuk pergi.”
“selamat pagi, Ayah, aku berangkat mencari jati diri hari ini.
engkau pernah bercerita soal tempaan kehidupan, dan itulah yang akan aku jalani.”
“hati-hati, Nak! jangan letih berusaha dan berserah diri.
doaku untukmu sejak berangkat hingga kembali.”
berat hati. air mata bunda dengan payah merelakanku pergi.
“hati-hati! jaga diri.”
lugas dan sudi. peluk ayah menguatkanku bertubi-tubi.
kusimpan baik-baik kata keduanya di dalam hati
turut kubawa dalam kendaraan yang mengantarkanku menuju mimpi-mimpi
Juni 2019
DAPATKAH ENGKAU MENGERTI?
DESEMBER 28, 2019
“Begitulah ceritaku, dapatkah engkau mengerti?”
Tak ada jawaban. Sang penanya memlih tetap bercerita dengan hati-hati.
Suaranya lirih, memuntahkan keresahan dalam sepi
Perbincangan searah saja sedari tadi. Ia sejenak berhenti.
Dirogoh dadanya, dikeluarkannya sebongkah hati. Penuh luka-luka dan duri.
Ia bercerita lagi,
Tak terasa air matanya mengalir di pipi.
Disekanya tangis itu, lalu meneruskan cerita kembali.
Sampai ia bertanya lagi, “Dapatkah engkau mengerti?”
Masih tak ada jawaban lagi. Sunyi.
Nyatanya sedari tadi,
Ia hanya berbincang dengan diri sendiri
Juni 2019
LEPAS BEBAN
DESEMBER 26, 2019
Sepulang kerja. Klakson kanan-kiri melolong berbalasan
Pening di kening meronta-ronta
Barang sejenak, beban harus dihempaskan
Giliran batin lampiaskan cerita
Sigaret di tangan kiri, secangkir kopi di tangan kanan
Sahabat lama di depan pandangan
Celoteh mengalir deras. Tak beraturan
Menertawakan keniscayaan, membual keduniawian
Kami bilang ini menjaga kewarasan!
Saling bercermin, menghayati yang fana
Bukan bersolek, mempertebal kemunafikan.
Riuh rendah kota masih menjerit,
Merajut beban yang amat menghimpit.
Sementara kami di sini, sejenak melepas beban.
Sigaret, kopi, dan perbincangan. Oh nikmat Tuhan!
Juni 2019
PERIHAL MAKNA
DESEMBER 8, 2019
banyak orang di luar sana bertanya-tanya, “apa guna hidup dan dunia seisinya?”
apa guna bernyawa kalau hanya merasakan lara, apa guna dunia kalau ajal juga yang menjadi ujungnya. rasa-rasanya lebih baik tak dilahirkan saja.
berjebah insan lainnya menerka-nerka, membayangkan soal bagaimana jika. “bagaimana jika aku terlahir kaya, bagaimana jika aku seberuntung dia?”
merasa bahwasanya tak banyak yang dipunya, merasa nasib baik tak pernah berpihak padanya. mereka pun meragukan cara semesta bekerja.
berlimpah pula manusia berduka-duka, “mengapa aku berdiri seorang saja, mengapa aku tak dimengerti orang lainnya?”
mereka berputus asa, sebab tak ada sepasang telinga pun yang mendengarkannya. dunia pun juga dianggap turut mengabaikannya.
banyak lagi yang memperdebatkan makna. tapi barangkali ada satu hal yang terlupa.
sudahkah mereka bertanya kepada Yang Mencipta, sudahkah mencari keberadaan-Nya?
karena mereka tak hadir untuk sekadar menanti noktah. mereka tak hidup hanya karena dahaga akan rupiah. mereka tak diberi akal hanya untuk sendirian bersusah payah.
begitu pula Ia. Dialah sebaik-baiknya tempat bercurah. semewah-mewahnya rumah. seakrab-akrabnya kawan berkeluh kesah.
dan karena alasan-alasan itu pula, mereka berhak mengerti makna hidup dan menyatu dengannya.
November 2019