Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #6
Kumpulan Sajak – Reyhan F. Fajarihza #6
Source : reyhanfajarihza.wordpress.com
MENGIKIS LAUTAN
JULI 14, 2019
Bahtera melayar mengikis lautan,
merinai melambai menuju kejauhan.
Punggungnya berat memikul pengharapan,
Serentak sukma yang butuh pelarian.
Riuh. “Selamat tinggal,” ujar kapal kepada dermaga.
Riak air adalah tanda upacara perpisahan,
Sebagaimana insan dengan tangisan-tangisan.
Sunyi. “Lekas kembali,” jawab dermaga dengan tegar. Terbiasa batinnya dihajar ombak begitu seringnya.
Bahtera teguh melaju menuju temu.
Ke mana pergi pun tak seorangpun tahu.
Entah menuju pelabuhan baru,
Atau kembali dan menyeka rindu-rindu.
Juli 2019
SENDIRIAN
JUNI 14, 2019
Bagaimana dengan mereka yang tak bosan-bosannya bercengkerama dengan hampa,
Ke selatan-utara, perihal apa saja yang melintas di pikirannya.
Orang-orang menganggap dia tak waras, sakit jiwa
Hanya karena ia tak memiliki kawan bicara.
Ketahuilah sejatinya, dia sehormat-hormatnya manusia, menggunakan fungsi otaknya
Sadar bahwa nasibnya bak debu di jalan, terombang-ambing dibawa angin malam.
Hanya saja, seribu sayang, ia berjalan sendirian
Merintih lirih berharap uluran tangan, atau sepatah dua patah kata yang menghangatkan
Lebih-lebih yang benar hadir dan sudi mendengarkan.
Pujangga bilang sepi adalah anugerah yang niscaya, sendiri adalah nikmat yang tiada tara
Omong kosong, kubilang.
Mawar tak akan mampu mekar sendirian, serigala akan sukar menerkam mangsa tanpa adanya kawan.
Sama halnya dengan manusia, bukan?
Tanpa teman dan orang yang mendengarkan, mereka hanya akan membusuk perlahan.
Juni 2019
TUA DI JALAN
APRIL 28, 2019
Tua di jalan,
tua di jalan.
Tumpah ruah sinar mentari perlahan,
gandeng tarian debu jalanan.
Pagi hari penuh riuh rendah pejalan
Berlagak memperjuangkan pengetahuan, berlagak mencari penghidupan
Dilibas saja cinta akan kebebasan
Menyeruak dalam hiruk pikuk yang membosankan
Aspal mampat oleh kendaraan, yang bawa serta harapan
Berbiasa oleh telinga tebal kekangan
Mau sampai kapan mati-matian?
Terjerembab dalam tekanan, kesepian dalam keramaian.
Berkawan baik dengan keluhan
Memahirkan bincang kemunafikan
Merugilah, merugilah kalian
Yang hanya merasakan
Menjadi tua di jalan.
Tua di jalan,
tua di jalan.
Rumah dekat jalan, April 2019
(Dimuat di http://lpmperspektif.com/2019/04/27/tua-di-jalan/)
TANPA JUDUL
APRIL 19, 2019
Untukmu, kawan seperjalanan
Semoga tiap derap langkahmu diiringi kebahagiaan.
Meskipun, tak lagi sejalan
19 April 2019
YANG MENGGILAS DAN TERKELUPAS
APRIL 12, 2019
Waktu menitih palu, menghantam jiwa-jiwa yang ragu
Menuju penyesalan yang baru. Peduli setan, ujar sang waktu
Waktu membunuh tangkai daun yang tertidur pulas
“Biar tak jadi beban rekah bunga!” pekiknya keras
Angkuh lagaknya melangkah menumpas kalbu hingga terengah.
Melekat pada pusingan roda, gilas belulang yang mudah patah
Biarlah saja, kataNya. Biar waktu larut dalam tarinya
Biar leluasa ia terbius dalam fana.
Sebelum pada akhirnya, perlahan kulitnya mengelupas
Membawa serta hewan pandai yang tak ikhlas
Sesampainya di keabadian, waktu tak kunjung siuman
Busuk bersama angan atau lebur bersama harapan
Entahlah, terserah Pemilik Zaman
Maret 2019
(Dimuat di Buletin Redaksi LPM Perspektif Edisi 1 Tahun 2019)
DARI LANTAI DUA BELAS
MARET 10, 2019
Gedung-gedung mendangak congkak,
Menantang cakrawala lagi berteriak,
“Ini manusia punya harap berarak.”
Februari, 2019
RUMAH
FEBRUARI 18, 2019
Kata demi kata tanpa suara,
Terbaca. Memaksa bibir merekahkan senyumnya.
Dari dia yang selalu ada,
Bahagia yang benar kumaknai hadirnya.
Acap kali dia lepaskanku dari gundah,
Berderap meredam resah.
Kadang kalut buatnya lelah,
Tapi dengarnya selalu singgah.
Menyisakanku dengan tanya,
Puan, kau kah rumah?
Batu,
Februari 2019
PADA LEMBAR YANG TAK ADA HABIS
FEBRUARI 8, 2019
Terima kasih atas segala cerita
Yang kau warnai dan lukis.
Yang juga kutambah dengan tinta
Meski sempat terurai oleh tangis.
Kini siapapun kita,
Cerita itu tetap terukir, melaju dalam garis
Tanpa sadar, kita goreskan bersama
Pada lembar yang tak ada habis.
Februari 2019
MELAMPAS IKHLAS
JANUARI 10, 2019
Dengung. Lara mengaung.
Teriakkan perih, hadirkan rintih
Dengan renung mengundang kabung
Hanya letih, lupa akan kasih.
Bius engkau yang hampa merangkak!
Sepi menjerat bahkan buat sekarat
Mentak sebab khianat. Atau yang lenyap.
Hadirkan luka yang, tak jua berderap.
Siumanlah, sobat
Rongga tak ada lengan untuk bersulam
Kau punya cinta untuk mengelat,
Tinggal terang lantahkan kelam.
Seperti besi, jiwa juga kudu ditempa
Seperti lidah, ikhlas juga harus dilampas
5 Januari 2019
BINGUNG
JANUARI 5, 2019
Yang menetap mendamba kelana,
Yang merantau mendamba pulang.
Begitulah insan,
Kerap merajuk kala kemelut,
Tanpa sadar akan nikmat yang membalut.
Bukankah, mereka ini sekadar pemeran?
Kendali-Nya tersua di mana-mana,
Sayang manusia lalai menghilang.
Barangkali, nikmat juga, ada di tiap titian
31 Desember 2018
PADAM TERPAKU
JANUARI 3, 2019
Dan terduduklah lelaki pengecut itu,
Beralaskan pekik rasanya yang bisu.
Wajahnya merah padam terpaku,
Usai dengan lepasnya ditertawakan sang waktu
Malang, Oktober 2018
TABIK!
JANUARI 1, 2019
Untuk perempuan dengan secarik kertasnya,
Yang saban malam bercengkerama dengan imajinasinya.
Mahameru, 27 Juli 2018