Puisi Ibu Tercinta

Puisi Ibu Tercinta

Source : jagad.id



Merindukan Kasih Sayangmu

Kau mengajariku caranya bermimpi dan melakukan sesuatu

Nasihatmu, perintahmu telah melekat di memoriku

Hingga aku beranjak dewasa

Dan aku merindukan kasih sayang itu, Bu 



Hati Seorang Ibu

Jika ingin menagis, mengangislah

Janglah kau tahan

Utarakan saja apa yang ada di dalam hatimu

Tapi ingat, selalu lah tersenyum


Senyummu,

Begitu lembut terasa

Kau menunjukan keikhlasanmu

Tanpa tau berkata-kata

Juga hidup kau jalani dengan tegar


Kau selalu bersembunyi dengan tenang

Dari sesaknya ulahku

Kau tetap tunjukan kelembutanmu


Bu,

Doa selalu kaurapal

Dengan media kedua telapak tangan

Kau meminta pada-Nya


Bu,

Terbesit selalu senyummu

Hatiku bergetar

Menjadi tenang 




Ibu

Ibu,

Kau melahirkanku, hingga aku di dunia ini

Kau mengorbankan nyawamu, untuk cintamu

Aku ingin membalasnya


Ibu,

Kau membelaiku, hingga aku tenang

Mengobati segala rasa sakitku, hingga ku sembuh

Juga melindungiku dari segala duri kehidupan


Ibu,

Sakitmu begitu terasa

Aku ingin menggantikannya

Dengan senyum dan candaku

Dan usahaku agar kau tersenyum


Ibu,

Aku takut

Ketika kehilanganmu

Kau adalah wanita terindah bagiku

Di hatiku hanyalah kau


Ibu,

Kau adalah pelita

Yang tak pernah lupa menyejukkan hatiku

Selalu mendorongku ke jalan cahaya Illahi

Hingga aku tegar menjalani hidup


Ibu

Ribuan kisah,

Kita lalui bersama

Entah bagaimana rasanya


Ibu,

Aku ingin selalu di sampingmu

Melengkapi hari-hari

Di atas pangkuanmu

Bagai masa kecilku dulu

Kau adalah bidadariku 




Sajak untuk Ibuku

Sajak-sajak terbingkai indah

Kata-kata terurai sejuk

Menghiasi jendela kehidupan

Menyemai kehidupan manusia


Waktu berjalan menghunus raga

Hingga tua pun menghampiri

Dan kerentaanmu mulai ada

Ibu


Senja ini begitu cepat

Hingga kulit keriputmu mulai terasa

Kau mulai tertatih berjalan

Kelelahanmu terdengar

Ibu


Keringat merah kini mulai tampak

Kau peras dengan tangan yang renta

Aku adalah anakmu


Terseok-seok menahan kehidupan

Darma-darma mulai menghias

Aku adalah anakmu


Lara yang gempita mulai menindih

Ringkihan itu mulai terdengar

Mata mulai menutup

Dengan badan yang kaku

Ibu


Maaf tiada tara tuk membalas

Hanya doa yang terapal

Mengiring menuju cahaya Illahi

Kau 



Malaikatku

Kau,

Bagaikan malaikat

Kasihmu tak pernah habis

Pelindungku adalah kau tanpa mengeluh


Ketegaran, kesabaran

Kau berjalan sendiri

Tanpa seorang kekasih


Kau adalah mutiara

Dari ciptaan Sang Agung

Kilaumu begitu terang

Titisan Sang Khalik


Kau, rela segalanya

Kau taruhkan nyawamu

Untuk anakmu yang durhaka